Konsep Keadilan
Dalam
psikologi, berkembang 3 macam keadilan, yaitu:
a)Keadilan Prosedural
Menurut Laventhal yang dikutip oleh
Faturochman, prosedur di dalam suatu kelompok, organisasi ataupun lembaga
kemasyarakatan dapat dikatakan adil bila memenuhi enam aturan berikut :
1)Konsistensi, yaitu setiap orang
memiliki hak dan diperlakukan sama dalam suatu prosedur yang sama juga
konsisten dari waktu ke waktu.
2)Minimalisasi bias, baik itu bias
yang bersumber dari kepentingan individu maupun bias yang bersumber dari
doktrin yang memihak.
3)Informasi yang akurat. Informasi
yang dibutuhkan agar penilaian keadilan akurat harus mendasarkan pada fakta.
Kalau opini sebagai dasar, hal itu harus disampaikan oleh orang yang
benar-benar mengetahui permasalahan, dan informasi yang disampaikan lengkap.
4) Dapat diperbaiki. Suatu prosedur yang
adil akan mengandung aturan yang bertujuan untuk memperbaiki kesalahan yang ada
ataupun kesalahan yang mungkin akan muncul.
5) Representatif. Prosedur dikatakan
adil bila sejak awal ada upaya untuk melibatkan semua pihak yang bersangkutan
sehingga akses untuk melakukan kontrol juga terbuka.
6) Etis. Prosedur yang adil harus
berdasarkan standar etika dan moral.
Adapun komponen untuk menegakan dan
menjaga keadilan prosedural, menurut Laventhal, ada enam, yaitu :
1) Ada agen yang
berfungsi mengumpulkan informasi dan membuat keputusan.
2) Ada aturan yang jelas dan
kriteria yang baku .
3) Ada tindakan nyata
untuk mengumpulkan dan menayangkan informasi.
4) Ada struktur dan
hierarkhi keputusan.
5) Keputusan yang dibuat selalu disampaikan
secara terbuka kepada semua pihak yang bersangkutan.
6) Prosedur harus selalu dijaga agar
tetap standar melalui pengawasan dan pemberian sanksi bila ada penyimpangan.
b) Keadilan Distributif
Menurut filosof Aristoteles yang
dikutip oleh Faturochman, keadilan distributif berkaitan dengan distribusi
fungsi-fungsi atau peran diantara anggota masyarakat. Banyak hal bisa
didistribusikan dalam masyarakat, seperti jabatan, uang, kekayaan, dan lain-lain.
Sedangkan menurut ekonom Adam Smith, keadilan distributif terdiri dari
tindakan-tindakan yang bermaksud baik bagi orang lain dalam bentuk memberikan
miliknya untuk orang lain, memperkenankan orang lain menggunakan hak milik itu,
melakukan kemurahan hati bagi orang lain. Dari pengertian tersebut, dapat
diketahui bahwa Adam Smith membatasi lingkup keadilan distributif secara lebih
sempit dibandingkan Aristoteles.
Sependapat dengan Aristoteles,
Yamagishi yang dikutip oleh Faturochman, mengemukakan bahwa keadilan
distributif dalam psikologi meliputi segala bentuk distribusi diantara anggota
kelompok dan pertukaran antar pasangan. Keadilan distributif yang dimaksud
tidak hanya berasosiasi dengan pemberian, tetapi juga meliputi pembagian,
penyaluran, penempatan, dan pertukaran.
Menurut Deutsch yang dikutip oleh
Faturochman, keadilan distributif berkaitan dengan distribusi keadaan dan
barang yang akan berpengaruh terhadap kesejahteraan individu. Kesejahteraan
tersebut meliputi aspek-aspek fisik, psikologis, ekonomi dan sosial. Karena
tujuan distribusi di sini adalah kesejahteraan, maka yang didistribusikan
biasanya berhubungan dengan sumber daya, ganjaran atau keuntungan, juga
termasuk ongkos atau biaya dan resiko.
Menurut Deutsch, keadilan atau
ketidakadilan distributif dapat dilihat pada tiga tingkatan, yaitu nilai-nilai,
peraturan dan implementasi peraturan. Nilai-nilai keadilan distributif sangat
bervariasi. Setiap nilai mempunyai tujuan dan kesesuaian dengan kondisi
tertentu. Adapun nilai-nilai yang telah teridentifikasi berkaitan dengan
cara-cara distribusi adalah sebagai berikut :
1) Distribusi secara Proporsional
2) Distribusi Merata
3) Distribusi berdasarkan Kebutuhan
4) Distribusi berdasarkan Permintaan
dan Penawaran di Pasar
5) Distribusi yang Mengutamakan dan
Menguntungkan Orang Lain
6) Kepentingan Bersama di atas
Kepentingan Pribadi
c) Keadilan Interaksional
Menurut Tyler yang dikutip oleh
Faturochman, dalam keadilan interaksional diasumsikan bahwa manusia sebagai
anggota kelompok masyarakat sangat memperhatikan tanda-tanda atau simbol-simbol
yang mencerminkan posisi mereka dalam kelompok. Menurutnya, ada tiga hal pokok
yang dipedulikan dalam interaksi sosial yang kemudian dijadikan aspek penting
dari keadilan interaksional, yaitu :
1) Penghargaan
Penghargaan, khususnya penghargaan
terhadap status seseorang, tercermin dalam perlakuan, khususnya dari orang yang
berkuasa terhadap anggota kelompok. Makin baik kualitas perlakuan penguasa
terhadap anggotanya maka interaksinya dinilai makin adil. Perlakuan yang
menunjukan penghargaan terhadap orang lain bisa dalam bentuk kata-kata, sikap
ataupun tindakan, misalnya, memuji atas tindakan yang benar atau hasil yang
baik, respons yang cepat terhadap pertanyaan atau persoalan, membantu, dan
lain-lain.
2) Netralitas
Aspek ini mengandung makna bahwa
dalam melakukan relasi sosial tidak ada perlakuan dari satu pihak yang
berbeda-beda terhadap pihak lain. Netralitas dapat dicapai bila dasar-dasar
dalam pengambilan keputusan, misalnya, menggunakan fakta, bukan opini, yang
objektif dan validitasnya tinggi.
3) Kepercayaan
Menurut Lewicki & Bunker yang
dikutip oleh Faturochman, kepercayaan adalah harapan pihak lain dalam melakukan
hubungan sosial, yang di dalamnya tercakup risiko yang berasosiasi dengan
harapan itu. Artinya, bila seseorang mempercayai orang lain, ketika hal itu
tidak terbukti ia akan menerima konsekuensi negatif seperti merasa dikhianati,
kecewa, dan marah. Menurut mereka, yang menentukan tingkat kepercayaan satu
pihak terhadap pihak lainnya adalah disposisi individu, situasi, dan pengalaman
atau sejarah hubungan kedua belah pihak.
0 komentar:
Posting Komentar